
Bahagia itu
sederhana. Layaknya menemukan selembar lima ribuan di kantong celana ketika
tanggal tua. Atau layaknya ketika di pagi hari ada ucapan selamat pagi dari
orang-orang tersayang di sekitar kita. Dan memang bahagia sesederhana itu.
Kuncinya cuma
satu, kata Om Rene “Think less, feel more”. Banyak-banyak bersyukur. Lihat apa yang
sudah kita miliki dan kita capai saat ini. Syukuri itu. Nah, coba lihat ke
seisi kamar kalian, rumah kalian, dan lihatlah ke cermin. Begitu banyak rezeki
dan nikmat yang kita lupa untuk sekedar berucap terima kasih kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Coba sekali
waktu di malam hari, di saat kebanyakan orang sedang beristirahat kamu
mendengar suara spatula diadu dengan wajan penggorengan di luar. Seorang tukang
nasi goring jam 10 malam masih menelusuri jalan menunggu pembeli yang tak
pasti. Sedangkan kita di jam-jam segitu mungkin sedang adu galau di social media.
Semua dapat
menjadi alasan untuk kita agar berbahagia. Bahkan hal sesederhana seperti, “pejamkn
matamu sejenak, tarik nafas 8 hitungan, tahan nafasmu 8 hitungan, dan hembuskan
pula 8 hitungan.”
Itu bisa
membuatmu jauuuh lebih plong. Lebih lepas lebih bahagia. Tak harus menunggu
momen tetentu kan ya kita boleh bahagia? Ada begitu banyak nikmat Allah yang
bisa kita jadikan pemicu untuk berbahagia setiap hari. Nikmat Allah itu tak
terhingga. Sudah Allah sebutkan dengan terang benderang dalam QS.An-Nahl :18 )
Karena idealnya,
bukanlah bahagia yang membuat kita bersyukur,namun merasa bersyukurlah yang
memberikan kita kebahagiaan.
Begitu pun
cinta, cinta itu sederhana bahagia. Kita tak pernah tahu cinta kan mengetuk
dari pintu yang mana. Itulah kenapa banyak orang yang memakai kata jatuh untuk
cinta. Itu karena kita hanya jatuh tanpa bisa mengelak. Dan gravitasi tak
bertanggung jawab untuk setiap hati yang terjatuh karena cinta. Walaupun pada
akhirnya kita harus membangun cinta
Ada satu
kisah menarik mengenai bagaimana cinta bisa dating kapan saja. Sederhana,
sesederhana bahagia. Sebuah kisah tentang garam dalam kopi.
Dalam sebuah
acara training, ada seorang wanita cantik yang menjadi peserta training. Ketika
tiba saat makan siang, wanita tersebut makan sendirian karena memang dia dating
ke training itu sendirian. Dan dalam training juga ada seorang pria dengan
kemeja pendek kotak-kotak, celana kain hitam, dan sepatu yang tidak terlalu
mengkilat juga kebetulan dating sendiri menjadi peserta training tersebut.
Pria tersebut
melihat sang wanita sedang menikmati makan siangnya serta-merta menghampiri dan
berbasa-basi. Tentu si wanita cukup terkejut, karena dari banyaknya peserta
training yang jauh lebih menarik hanya dia satu-satunya laki-laki yang mau
mendekatinya. Setelah berbasa-basi kesana kemari, laki-laki tersebut dengan
sangat sopan meminta izin untuk mengajak wanita tersebut sekedar minum kopi di
sebuah gerai kopi franchise di dekat venue tempat berlangsungnya training. Karena
sang laki-laki memintanya dengan penuh penghormatan, akhirnya sang wanita
menyetujui ajakannya.
“Terima
kasih Dhira,”ujar si laki-laki.
“Sampai
ketemu nanti Zul…,”ujar sang wanita.
Tak terasa,
waktu begitu perkasa menunjukkan dominasinya, hingga akhirnya acara training
pada hari itu menemui penghujungnya. Dan selanjutnya gerai kopi dan
sofa-sofanya lah yang bergiliran melanjutkan cerita antara Dhira dan Izul.
Malam itu
Dhira memesan segelas cokelat hangat dan Izul memesan secangkir kopi hitam. Tetapi
angin tiba-tiba berubah haluan. Keadaan menjadi kaku. Izul seakan kehilangan
nyalinya seketika. Ia tak tahu entah apa yang ingin dia bicarakan malam itu. Lidah
Izul kelu. Entah ada korsleting di saraf otak ataupun lidahnya.
Mungkin malam
itu suara detak jarum jam dinding terdengar lebih cerewet daripada mereka berdua.
“Izul,sepertinya
waktu sudah semakin malam, bagaimana kalau kita pulang?”
Izul bertambah
kaget dan panik, ia tak menyangka moment ini akan ia lalui begitu saja. Ia masih
ingin bersama Dhira walau sesaat. Izul harus memutar otaknya untuk menemukan topic
pembicaraan yang menarik sebelum Dhira betul-betul pulang. Tiba –tiba waiter
melintas di dekat meja mereka.
“Mas, maaf
boleh minta tolong ambilkan garam?”Pinta Izul.
Dhira
sedikit bingung,karena sedari tadi mereka tidak memesan makanan apapun. Untuk apa
garam itu? Pikirnya.
Tak berapa
lama waiter itu dating kembali dan memberikan garam yang Izul pinta. Dan Izul
menambahkan garam tersebut pada kopinya. Dan dia langsung meminum kopi tersebut
sampai habis. Dhira pun bengong dan bertambah bingung.
“Kebiasaanmu
aneh. Sejak kapan kamu suka minum kopi campur garam itu,Zul?”Selidik Dhira.
“Ra,aku
lahir dan dibesarkan di daerah pesisir. Sejak kecil aku dan kakak-kakaku paling
suka berlarian di pantai dan mandi di laut. Kami benar-benar menikmati
masa-masa tersebut. Kadang kami balapan lari, kadang kami bercanda hingga air
laut yang asin itu tak sengaja tertelan. Sekarang aku sudah jauh dari kampong halamanku.
Urusan pekerjaan membuatku jarang pulang. Jadi kopi rasa asin ini sedikit
banyak mengobati kerinduanku akan kampong halaman, “jelas Izul terbata-bata
karena kegugupannya.
Tanpa sadar
mata Dhira berkaca-kaca. Ia sangat tersentuh akan pengakuan jujur Izul. Dalam lubuk
hatinya ia juga merasakan perasaan yang sama dengan Izul. Ia juga sangat
merindukan kampong halamannya tercinta. Dan ia berpikir laki-laki yang begitu
kuat menyimpan kenangan akan kampong halamannya pasti ia begitu mencinta tanah
kelahirannya. Ia setia, peduli, dan mempunyai tanggung jawab yang begitu besar.
Kemudian
Dhira juga menceritakan tentang kampong halamannya dan kerinduannya. Suasana seketika
menjadi cair dan begitu hangat. Seakan masing-masing sudah menemukan kecocokan
dan rasa nyama. Tanpa sadar mereka saling bertukar cerita hingga larut malam.
Tak lama
setelahnya, akhirnya Izul melamar Dhira. Dan mereka resmi menjadi sepasang
suami istri. Dhira merasa sangat beruntung mempunyai suami layaknya Izul yang
sangat hangat,perhatian, dan penuh kasih sayang. Dia begitu bersyukur malam itu
ia mengiyakan ajakan minum kopi dari Izul. Jika tidak, mungkin ia tidak akan
mempunyai keluarga yang begitu ideal di mata dan hatinya sekarang.
Dan setiap
pagi selama bertahun-tahun Dhira tak pernah lupa untuk menyediakan kopi asin
kesukaan Izul. Dhira mengerti betul kopi asin tersebut yang dapat mengobati
kerinduan suaminya akan kampong halamannya. Keluarga yang mereka bangun menjadi
keluarga yang harmonis dan bahagia.
Waktu bergulir
begitu cepat. Seakan terbang tanpa memedulikan manusia yang masih tertatih
mengejarnya. Sudah 50 tahun rumah tangga yang mereka bangun. Dan kesehatan Izul
mulai memburuk. Tak lama kemudian ia meninggal dengan tenang. Dhira begitu
terpukul akan kejadian ini. Dia merasa belahan jiwanya telah pergi
meninggalkannya.
Dihari pemakaman
Izul,seorang sahabat dating kepada Dhira dan mengangsurkan sebuah surat. Sebuah
surat yang sudah dipersiapkan Izul untuk disampaikan ke Dhira setelah ia
meninggal. Surat itu sudah Izul tulis jauh-jauh hari sebelum malaikat maut menjemputnya.
Banyak sekali bekas-bekas titik air yang telah mongering di kertas tersebut.
Untuk belahan jiwaku
Dhira,
Sayangku, tahukah
engkau betapa beruntungnya aku memilikimu? Betapa girangnya aku saat pertama
kali aku melihatmu dan kemudian aku berhasil mengajakmu pergi? Sampai saat aku
sekarat ini aku masih dapat mengingat dengan jelas setiap detail saat itu. Baju
merah maroonmu, kerudungmu yang begitu serasi melengkapinya,sampai sepatu ungu
yang kau pakai. Tetapi sungguh, senyummulah yang akhirnya membuatku dating untuk
mengajakmu pergi malamnya.
Lalu saat kita bersanding di pelaminan,itu adalah saat
terindah untukku. Saat bahagia bersamamu. Dengan aku menemukan arti cinta dan
kebahagiaan. Dan denganmu kita sudah sepakat tentang hubungan yang berlandaskan
kepercayaan dan kejujuran sayangku.
Itulah kenapa aku menulis surat ini dengan penuh
kesedihan dan rasa penyesalan. Aku telah melakukan kebohongan besar kepadamu.
Ini tentang kopi asin yang selalu engkau sajikan untukku selama
50 tahun sayang. Kopi asin yang selalu aku minum setiap pagiku. Ingatkah kau
saat aku pertama kali minta waiter di café untuk mengambilkanku garam? Sebenarnya
bukan itu yang aku pinta. Aku ingin meminta gula untuk kopiku. Hanya satu
alasanku, aku ingin bersamamu lebih lama. Aku ingin melewatkan malam itu lebih
lama denganmu. Dan saking gugupnya aku, aku justru meminta garam untuk kopiku.
Dan aku tak pernah menyangka, justru garam itu yang akan
menjadi tali penghubung antara hati kita. Dari situ kita bisa saling mengenal
untuk kemudian saling menicintai.
Sayangku, aku sama sekali tak menyukai kopi asin. Rasanya
begitu aneh di lidah dan tenggorokan. Namun karena kita sudah berjanji untuk
membangun hubungan ini atas dasar kepercayaan dan kejujuran, sampai aku menulis
surat ini kepadamu aku belum berani mengatakan kejujuran ini kepadamu.
Maafkan aku sayangku…
Tapi aku sama sekali
tidak pernah menyesal untuk terus minum kopi asin itu sepanjang hidupku
bersamamu. Karena kamulah alasanku untuk menikmatinya. Memilikimu menjadi
istriku adalah kebahagiaan terbesarku. Andaipun Tuhan berbaik hati menyatukan
kita di kehidupan selanjutnya aku akan dengan sangat senang meminum kembali
kopi asin buatanmu. Aku mau melakukannya lagi dan lagi.
Untukmu….
Salam cinta sehangat bahagia
Izul
Desakan hangatnya
air mata dari pelupuk mata sudah tidak bisa Dhira tahan lagi. Ia menangis
sejadi-jadinya. Ia merasakan hangat di dadanya. Ia merasa beruntung dicintai
oleh laki-laki yang tepat. Laki-laki yang mencintainya sepenuh hati tanpa
syarat.
Dan ketika
suatu hari ada kerabat yang bertanya, “Memang bagaimana sih rasanya kopi asin
itu?”
Dhira selalu
menjawab,”Rasanya seperti jatuh cinta.”
Cinta dan
bahagia memang sering bermula dari hal kecil yang tak kita duga. Sekali lagi,
cinta dan bahagia bisa dating dari pintu mana saja. Pastikan saja hati kita
siap menerimanya jika saat itu akhirnya tiba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar