"Mencintai
seseorang bukan hal yang mudah.
Bagi
sebagian orang, termasuk saya tentunya,
mencintai
orang merupakan proses yang panjang dan melelahkan."
Lelah
ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak seimbang
antara
akal sehat dan nurani.
Lelah
ketika kita harus menuruti akal sehat untuk berlaku normal
meski
semuanya menjadi abnormal.
Lelah
ketika mata menjadi buta akibat dari perasaan yang membius tanpa ampun.
Lelah
ketika imaginasi menjadi liar oleh khayalan yang terlalu tinggi.
Lelah ketika
pikiran menjadi galau oleh harapan yang tidak pasti.
Lelah
untuk mencari suatu alasan yang tepat untuk sekedar melempar
sesimpul
senyum atau sebuah sapaan "apa kabar…"
Lelah
untuk secuil kesempatan akan sebuah moment kebersamaan.
Lelah
untuk menahan keinginan untuk melihatnya..
Lelah
untuk mencari secuil kesempatan menyentuh atau membauinya.
Lelah dan
lelah dan lelah ... (⌣́_⌣̀)'
Hanya
sebuah sikap diam dan keheningan yang lebih saya pilih ...
Diam
menunggu sang waktu memberi sebuah moment.
Diam untuk
mencatat segala yang terjadi.
Diam untuk
memberi kesempatan otak kembali dalam keadaan normal.
Diam untuk
mencari sebuah jalan keluar yang mustahil.
Diam untuk
berkaca pada diri sendiri dan bertanya "apakah aku cukup pantas?"
Diam untuk
menimbang sebuah konsekuensi dari rasa yang harus dipendam.
Diam dan
dalam diam kadang semuanya tetap menjadi tak terarah ...
Dan dalam
diam itu pula, saya menjadi gila karena sebuah rasa dan pesona
tetap
mengalir ...
Sayangnya,
dalam keheningan dan diam yang saya rasakan,
lebih
banyak rasa galau daripada sebuah usaha untuk mengembalikan pola pikir
yang lebih
logis.
Galau
ketika mata terus meronta untuk sebuah sekelibat pandangan.
Galau
ketika mulut harus terkatup rapat meski sebuah kesempatan sedikit terbuka.
Galau
ketika mencintai menjadi sebuah pilihan yang menyakitkan
Galau
ketika mencintai hanya akan menambah beban hidup
Galau
ketika menyadari bahwa segalanya tidak akan pernah terjadi
Galau
ketika tanpa disadari harapan terlanjur membumbung tinggi
Galau
ketika semua bahasa tubuh seperti digerakan untuk bertindak bodoh.
Apakah
mencintai seseorang senantiasa membuat orang bodoh? Tentu tidak.
Namun itu
pula yang saya rasakan selama hampir lebih dari 4 tahun.
Dalam
kelelahan, diam dan kegalauan yang saya rasakan selama ini,
ada rasa
syukur atas berkat dari Sang Hidup atas apa yang saya alami.
Syukur
ketika rasa pahit menjadi bagian dari mencintai seseorang.
Syukur
ketika berhasil memendam semua rasa untuk tetap berada pada zona DIAM.
Syukur
untuk sebuah pikiran abnormal namun tetap bertingkah normal
Syukur
ketika rasa galau merajalela tak terbendung.
Syukur
ketika rasa perih tak terhingga datang menyapa.
Syukur
karena tak ditemukannya sebuah nyali untuk mengatakan "Aku
mencintaimu"
Syukur
ketika perasaan hancur lebur menjadi bagian dari mencintai.
Syukur
ketika harus menyembunyikan rasa sakit dan cemburu dalam sebaris ucapan
"aku
baik – baik saja"
Syukur
atas rahmat hari yang berantakan akibat rasa pedih yang teramat dalam.
menjadi
pilihan yang paling pantas.
Setidaknya,
mencintai secara tulus melalui doa, dalam tradisi agama yang saya anut,
akan
menjadi lebih bermakna,
karena
saya diteguhkan dus menjadi berkat atas segala rasa perih
yang senantiasa
ada didalam diri.
Dalam doa,
akhirnya, semuanya kita kembalikan kepada Sang Hidup ...
Bahwa
terkadang akal dan perasaan campur aduk tak tentu arah.
Bahwa saya
juga bukan manusia super ...
Bahwa saya
juga tidak bisa berlaku pintar sepanjang waktu, setiap hari ...
Bahwa saya
juga punya kebodohan yang kadang susah untuk diterima akal sehat ...
Bahwa
dengan segala kekurangan yang ada, saya berani mencintai ...
Bahwa saya
bersedia membayar harga dari mencintai seseorang ...
Bahwa saya
bersedia menanggung rasa sakit yang luar biasa ...
Bahwa saya
mampu untuk tetap hidup meski rasa perih terus menjalar ...
Bahwa saya
masih memiliki rasa takut akan kehilangan dalam hidup ...
Dan hari
ini, dari semua pembelajaran yang telah saya terima,
Berkembang
menjadi sebuah bentuk KEPASRAHAN.
Sebuah
Zona yang terbentuk karena saya merasa tidak berdaya.
Dimana
saya merasa tidak memiliki kemampuan untuk membuat
segalanya
menjadi mungkin.
Dimana
saya tidak berani untuk membangun sebuah harapan.
Dimana
saya tidak berani untuk mengatakan ...
"Aku
mencintaimu, mari kita pastikan segalanya, dan semuanya,
hanya
untuk kita berdua saja"
Dan ini
adalah pilihan terakhir yang saya miliki,
Mencintai
dalam kepasrahan, tanpa berharap dan tanpa meminta.
Meski
sangat susah dan hampir mustahil bagi saya untuk tidak mengingatnya.
Semoga
saya bisa.
Dan hingga
hari ini, saya masih mencintainya
Saya sadar
hal itu akan memberi rasa perih yg teramat dalam
Karena
bagi saya, lebih susah untuk tidak mencintainya.
Dalam
perjalanan yang melelahkan, dalam diam dan keheningan
Dan tentunya dalam sebuah KEPASRAHAN yang teramat dalam ...

sy hampir tdk percaya bhwa yg menulis hal ini adalah seorang manusia....
BalasHapuskenapa bisa seperti itu???
BalasHapus